Wanita

"bang, dinkes DKI buka nih"
"Qerja lembur bagai quda, ini buat akyu?"
Disini, sebenarnya aku sudah tau kemana arah pembicaraan abang. Tapi tetap ku balas chat saat itu "gak ngerti maksudnya. Bukanlah, itu kan dinas kesehatan. Apply gak nih?"
"Nanti dibicarain ya"
"Iya. Sebenernya ini orientasinya dunia sih"
"Iya, nanti dibicarain"

Oke. Oke. Aku tunggu abang pulang. Setelah itu aku mungkin bisa apply. Toh baru apply saja, keterima atau tidaknya belum ada kepastian, butuh proses dan waktu yang lama.

Singkat cerita. Abang pulang. Langsung kutanyakan dan kubahas masalah lowongan yang tersebut. Dibukalah link itu oleh abang, dilihat persyaratanya satu persatu, diyakinkan abang atas diriku, apa persyaratan itu bisa terpenuhi.
"Lagian biasanya yang dicari freshgraduate loh dek"
"Enggak kok, ada juga yang gak fresh graduate bang"
"Iya, tapi setidaknya mereka udah punya pengalamankan?"
"Yaaaa, enggak juga"
"Temen temen kamu masuk lewat jalur ini juga? Masih ada yg kerja di sana?"
"Tes nya memang lewat jalur ini semua. Banyak atuh, dan masih pada kerja juga disana"
Segelintir pertanyaan abang bisa ku jawab, bisa kuyakinkan, seakan2 pertanyaan abang sudah menjurus pada satu jawaban yang abang tak pernah lontarkan langsung padaku

"Jadi gimana? Daftar aja yaaa?"
"Hmmmmm.... Ya yaudaaah"

Muka ku sumgringah. Seakan dapat lampu hijau. Abang mengizinkanku daftar.

"Yaudah apa emangnya? Sebelumnya aku mau kasih 4 pertanyaan dulu dan kamu harus jawab"
"Iya boleh. Yang pertama?"
"Yang pertama. Kalo kamu keterima disana, gimana caranya kamu bisa tetep jaga hubungan baik dgn sekolah yang saat ini kamu bekerja disana, kamu baru masuk. Lantas gimana cara kamu mengatakan ke sekolah dan guru ybs?
"......." Ku jawab sesuai dgn apa yang sudah ku fikirkan sebelumnya. Entah, jawabanku memuaskan dirinya atau tidak. Tapi sepertinya tidak.

"Pertanyaan kedua. Gimana cara nya kamu menghadapi tanggapan2 org kalo kamu bekerja disana?"
"Keluarga maksud abang?"
"Kamu pernah ngorbanin yang dibandung. Sedangkan sekarang kamu udah punya suami. Tapi kamu malah bekerja full time"
"Kalo maksud abang itu kekuarga besarku, itu sih gak mungkin kayaknya"
"Yah, coba aja dr keluarga ku, keluarga kamu. Gimana?"
"Emang jalo dr keluarga sana gimana?"
"Ya paling nanya kenapa. Dan menyayangkan. Lagian kalo ada omongan kamu kerja karena aku sebagai suami belum bisa memenuhi kebutuhan kamu gimana? Sejauh yang aku rasakan sekarang, aku merasa alhamdulillah cukup"

"Terus pertanyaan ketiga?"
"Visi misi. Gimana visi misi kita yang sudah terencana. Untuk menjadikan keluarga kita keluarga yang qurani, yang tidak jauh2 dari quran. Apa dengan kamu bekerja di sana kamu bisa berkomitmen untuk tetap menjalankan visi misi itu? Coba deh kamu fikirin"
Aku diam. Benar juga. Tapi tetap kujawab pertanyaan abang "memangnya dengan bekerja disana jadi menghalangi visi misi kita? Enggak kan bang? Ya berat sih. Tapi kalo kemauannya kuat untuk tetap bisa bersinergi bersama kenapa enggak."
"Coba aja kamu bayangin. Sekarang padahal cuma aku yg bekerja full time, tapi banyak hal hal yang belum kita bicarakan. Contohnya kita belum membahas bagaimana cara mendidik anak, tiba2 tak terasa kita sudah memiliki anak tanpa sempat membahas bagaimana cara mendidiknya. Selain itu seperti rutinitas harian, itupun belum kita bahas. Kalo kamu sudah kerja, kita akan susah menumbuhkan kebiasaan kebiasaan itu lagi. Hal yang paling kecil dan mendasar banget ya dek yang udah aku rasain contohnya kayak tilawah. Semenjak kerja, aku susah bgt nyari waktu untuk tilawah. Pagi? Pagi sebenernya sudah aku fokuskan itu untuk menghafal muroja'ah. Sedangkan siang aku seperti terburu2 karena kepikiran pekerjaan atau yang lain2 "
"Tapi kan bang, kalo aku kerja disana. Kita berangkat bareng, dan abang kan pasti pulang malem seperti biasa. Jadi sebelum abang sampai rumah, aku udah sampai duluan"
"Tapi itu kondisiya beda, kamu pulang kerja , capek, pasti gak akan ada waktu itu kita bicara2"
"........." Hening

"Yang keempat.. Sebenernya tujuan kamu untuk kerja itu apa?"
"Emang kalo abang kerja untuk apa?"
"Ya untuk mencukupi kebutuhan keluarga"
"Ya juga sih, aku lebih ke materi mungkin. Bang apa menurut abang ibu yang bekerja itu egois? Enggak kan?"
"Ya, gak bisa dibilang seperti itu juga. Mana ada orang tua yang mau ketinggalan atas perkembangan anak anaknya. Mungkin karena suatu hal penting yang mengahruskan si ibu itu untuk bekerja juga. Karena kehidupan setiap orang kan berbeda beda"
"Sebenernya apa yang kamu jalanin sekarang, mengajar seperti ini udah sangat baik menurut aku. Kalo kamu nanti bekerja diluar sana, apa akan jauh lebih baik dari sekarang. Atau mungkin mudhorotnya akan jauh lebih besar untuk kamu, untuk menghafal dan mempertahankan hafalan kamu lah contohnya. Apa kamu yakin bisa bagi2 waktu dan gak keteteran untuk semua itu?"
"Ya sebenernya bisa aja bang. Balik lagi ke komitmen. Tapi ya susah juga sih heehe gak segampang apa yang terucap"
"Yakinlah dek, apa apa yang kita tinggalkan demi mempertahankan yang lebih baik, demi mempertahankan sesuatu yang lebih mendekatkan diri kita pada Allah, maka Allah akan beri sesuatu yang lebih berharga dari itu. Ya kita gak tau kapan. Tapi itu pasti. Pasti Allah kasih dan ganti itu semua"

........

Tak ada kata tolakan, kata tidak boleh, ataupun kata larangan yang keluar dari abang. Tapi  dari jawaban yang abang berikan, aku tau apa yang harus aku lakukan sekarang.

Itulah spesial nya wanita. Ketika belum menikah, dia taat pada ayahnya. Ketika dia sudah menikah, maka dia taat pada suaminya.

Kita tidak bisa membandingkan mana yang lebih baik, wanita yang bekerja atau wanita yang full time dirumah. Karena setiap wanita memiliki peran dan kondisi yang berbeda.

Jangan katakan bahwa menjadi full IRT itu enak. Karena pasti akan ada rasa tersendiri ketika teman teman  yang lain sudah berpenghasilan, sedangkan kamu, dari pagi hingga malam sibuk membentuk karakter bagi makhluk yang akan menjadi jalan surga bagi masa depan. Jalankan saja, karena tak ada yanh tak berguna atas pendidikan yang telah kau enyam. Bukankan pendidikan yang telah kau raih itu kelak untuk mendidik anak anakmu?

Dan jangan katakan pula bahwa menjadi ibu yang merangkap menjadi wanita karir pun lebih bahagia dari pada ibu yang full dirumah. Kata siapa? Ketika pasangan lain mengasuh bersama sang buah hati, sedang kau terpisah jarak karena suatu sebab, pasti akan ada suatu penyesalan dan perasaan tidak karuan meninggalkan anak setiap paginya, melepasnya dalam keadaan tangis ketika kau pergi, dan baru bisa melepas rindu ketika malam.

Kata ust. Salim A. Fillah. Percayalah bahwa Allah akan membersamai kalian kembali.
Saat ini Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Mainkan saja peranmu, dalam taat kepada-Nya, dan karena-Nya

Bekasi, 13 Juli 2018

Komentar